RENUNGAN HARIAN KABAR BAIK DARI PATMOS

SENIN  1 APRIL 2013

   "KEMUDIAN DARI PADA ITU AKU MELIHAT: Sesungguhnya, sebuah pintu terbuka di sorga dan suara yang dahulu yang telah kudengar, berkata kepadaku seperti bunyi sangkakala, katanya: Naiklah kemari dan Aku akan menunjukkan kepadamu apa yang harus terjadi sesudah ini" (Wahyu 4:1).

   Pemandangan Wahyu 4 dan 5 adalah satu yang paling dramatis dalam Alkitab.  Bahkan lebih luar biasa dalam bahasa aslinya dibandingkan dalam terjemahannya.  Saya belum pernah membaca ayat ini dalam Bahasa Yunani tanpa air mata menggenangi mata karena suatu penggambaran yang luar biasa menggetarkan pikiran saya, ketika saya membayangkan bagaimana rasanya beribadah di surga.  Adegan dimulai dengan perlahan-lahan, tetapi kemudian makin lama semakin keras, hingga seluruh alam semesta bersatu dalam paduan suara besar menggemakan pujian kepada Anak Domba serta Dia yang duduk di atas takhta (Why. 5:11-14). Adegan berakhir saat keempat makhluk mengucapkan kata "Amin" yang diikuti oleh keheningan yang sunyi-senyap.
   Bahaya yang dihadapi para pembaca saat membaca ayat seperti Wahyu 4 dan 5 adalah kecenderungan untuk terlalu terfokus pada detail-detailnya sehingga melewatkan tujuan utamanya.  Tujuannya adalah menggambarkan kebesaran ruang takhta surgawi, kebesaran Allah, dan dengan demikian, kebesaran Anak Domba yang telah disembelih.  Pada takhta Allah seluruh kekuasaan dan kemuliaan dunia terlihat seperti debu.  Ketika kita dapat melihat sekilas pintu gerbang surga yang terbuka, sangat tidak dimengerti mengapa kita takut kepada kekuatan dunia atau bahkan kepada seseorang khususnya.  Pasal ini mengundang kita untuk membuang semua intimidasi dunia ke dalam bayangan kekuasaan Allah yang lebih besar dan lebih mulia, dan mengakui Allah sebagai yang layak untuk disembah.  Bila kita sungguh mengenal Allah, kita akan mengerti apa sebenarnya arti sebuah peribadatan sejati itu.
   Itulah pesan yang perlu saya dengar.  Sering saya membiarkan manusia lain menjauhkan jalan saya dari jalan yang Tuhan ingin agar saya tempuh.  Seseorang atasan pernah menggunakan suatu teknik pemerasan, dengan maksud saya mengkompromikan integritas saya untuk mempertahankan pekerjaan saya.  Kesempatan lain, pengaruh seorang guru yang saya kagumi membuat saya mempertanyakan pengajaran-pengajaran Alkitab yang sudah sangat jelas.  Bisakah Anda mengerti mengapa saya bertekuk lutut dalam situasi semacam ini? Dapatkah anda menangkap kekuatan intimidasi serta daya tarik manusia yang begitu sering mengalihkan perhatian kita dari rencana Allah dalam kehidupan kita? Dengan mengenang ruang takhta surgawi, kita bisa merespons dalam satu cara: Bertobat, tunduk, dan mengakui Dia Satu-satunya yang pantas disembah.

   Tuhan, aku merasa ditegur setiap kali aku mengkompromikan hati nuraniku untuk menyenangkan manusia.  Hari ini aku memilih untuk bertobat dan mengikuti hanya Engkau saja.


SELASA  2 APRIL 2013

   "KEMUDIAN DARI PADA ITU AKU MELIHAT: Sesungguhnya, sebuah pintu terbuka di sorga dan suara yang dahulu yan gtelah kudengar berkata kepadaku seperti bunyi sangkakala, katanya: Naiklah kemari dan Aku akan menunjukkan kepadamu apa yang harus terjadi sesudah ini" (Wahyu 4:1).

   Kita tiba pada bagian Kitab Wahyu yang menimbulkan kesulitan bagi para penerjemah, lebih daripada bagian-bagian lain, yaitu mengenai meterai dan sangkakala.  Para penafsir tidak sepaham ketika harus menghadapai begitu banyak bagian ayat di dalam Wahyu 4-11.   Adalah sangat penting untuk membuat satu interpretasi yang lengkap, bukan yang berdasarkan perasaan, atau pemikiran yang disambungkan pada kejadian saat ini, tetapi yang berdasarkan apa yang tertulis.  Satu-satunya cara yang aman untuk menafsirkannya, adalah dengan mengerti sedekat mungkin apa maksud dan tujuan pengarang menuliskan pasal ini.  Ketika kita mengerti latar belakang tulisan tersebut, barulah kita dapat menariknya untuk diaplikasikan pada zaman kita saat ini.
   Dari tahun  1986 hingga 1992 saya bertemu dengan Komite Daniel dan Wahyu di General Conference.  Itu adalah pengalaman yang sangat menarik  dan kaya, saling bertukar ide dengan 20-25 sarjana Alkitab terkemuka dari seluruh dunia perihal isu-isu yang berkaitan dengan Kitab Wahyu.  Dalam waktu tiga tahun, kami mendengarkan enam buah penjelasan yang berbeda tentang Wahyu 4 dan 5.  Masing-masing ditulis oleh ahli Alkitab yang berpengalaman, menjabarkan kedua pasal ini dari sudut pandang tertentu.  Akan tetapi komite memutuskan untuk menolak seluruh penjelasan.
   Sudah sering saya membaca teks bahasa Yunani dari Wahyu 4 dan 5.  Tiba-tiba saya tersadar: Tidak satu pun dari kata-kata kunci yang semestinya bisa mendukung keenam makalah tersebut ada dalamnya.  Para sarjana telah menawarkan "kesan" tentang apa yang menurut mereka sedang berlangsung, tetapi bahasa spesifik untuk menyokong gagasan mereka tidak ada di situ! Setelah membaca dan membaca ulang ayat tersebut, saya tiba pada kesimpulan yang sangat berbeda berkenaan dengan pesan dan tujuannya dibandingkan penulis-penulis lain.
   Opini kita tentang Alkitab bukanlah terpenting.  Yang vital adalah tujuan Allah melalui penulis dan metode dengan mana kita menemukan tujuan tersebut.  Kita perlu mulai dengan berkomitmen pada Firman Allah, tidak peduli opini apa yang mungkin kita bawa ke dalam studi kita.  Lalu kita harus mengamati dengan cermat kata-kata dalam konteks, dan membiarkan setiap kata mendapat tempatnya sendiri di dalam menyingkapkan pesan yang Allah ingin agar kita lihat.  Satu-satunya kebenaran yang penting adalah kebenaran sesuai yang Dia maksudkan.

   Tuhan, aku bertobat setiap kali aku datang kepada Firman-Mu untuk menegaskan kembali apa yang telah aku pikirkan.  Bantu aku untuk bersedia menerima hikmat-Mu dengan persyaratan-Mu.


RABU  3 APRIL 2013

   "Kemudian dari pada itu aku melihat: Sesungguhnya, sebuah pintu terbuka di sorga dan suara yang dahulu yan gtelah kudengar berkata kepadaku seperti bunyi sangkakala, katanya: Naiklah kemari dan Aku akan menunjukkan kepadamu APA YANG HARUS TERJADI SESUDAH INI(Wahyu 4:1).

   Setelah menuliskan ketujuh surat kepada ketujuh gereja, Yohanes melanjutkan memaparkan sebuah suaru yang mengundang dia untuk mengamati sebuah pemandangan surga.  Muali dari sini fokus utama terletak pada hal-hal yang terjadi di masa depan dari sudut pandang Yohanes (kemungkinan 95 M).  Mengapa menulis sebuah buku tentang masa depan? Karena Allah ingin kita tahu bahwa kita dapat memercayai-Nya untuk membawa kita kepada tujuan akhir kita.
   Di tahun 1992 saya bersama keluarga besar saya mendapatkan kesempatan untuk mengunjungi Disneyland di California selatan.  Ketakutan terbesar saya dalam acara seperti itu adalah apabila grup yang besar ini akan terpisah.  Saya sangat khawatir terutama dengan anak-anak saya, karena pada saat itu mereka masing-masing berumur 10, 6, dan 4 tahun.  Saya menjelaskan kepada mereka, kalau seandainya mereka "hilang," yang harus mereka lakukan adalah berdiri diam di tempat dan menunggu kami datang menemukan mereka .  Kalau setelah kira-kira satu jam atau lebih tidak ada yang datang, rencana kedua yang dilakukan adalah pergi ke pintu keluar dan menunggu di sana.
   Semua berjalan lancar sampai pukul 9:30 malam.  Setelah parade elektrikal selesai, terjadi kekacauan dan kami kehilangan anak perempuan kami yang berumur 10 tahun di dekat kastil di tengah-tengah taman.  Segera saya mengatakan kepada semua orang untuk menunggu sementara saya masuk kembali ke dalam untuk mencari dia.  Saya pergi ke tempat kami berdiri pada waktu parade berlangsung.  Saya mulai panik, ketika saya tidak menemukan dia di area itu. Lalu saya pergi di pintu utama, juga tidak melihat dia.  Tetapi saya melihat ada satu tempat yang agak gelap di dekat situ dan saya memutuskan untuk mencoba melihat ke sana.  Baru saja saya beranjak menuju tempat itu, saya mendengar suara kecil memanggil, "Ayah?"  Kepala saya menoleh  seketika dan melihat dia sedang duduk di atas sebuah bangku.  Dengan sukacita yang tidak terlukiskan saya memeluk dia.  Tidak ada satu kata omelan pun yang keluar dari mulut saya.
   Ternyata dia lupa untuk berdiri diam di tempatnya, dan malahan pergi langsung ke rencana kedua, sehingga mengakibatkan kesedihan bagi keluarganya.  Tetapi kami berbahagia karena pada akhirnya semua baik-baik saja.  Tuhan memberikan Kitab Wahyu kepada kita, supaya kita tidak mengalami kesedihan yang sama.  Sementara masa depan mulai dibukakan, dengan mengingat semua petunjuk yang ada di dalamnya, kita tidak akan hilang.

   Tuhan, terima kasih telah menyediakan kepada kami petunjuk yang sangat.  Berikan kami telinga yang suka mendengar dan hati yang mau mengerti.


KAMIS  4 APRIL 2013

   "Segera aku dikuasai Roh dan lihatlah, SEBUAH TAKHTA TERDIRI DI SORGA, dan di takhta itu duduk Seseorang" (Wahyu 4:2).

   Salah satu hal pokok dalam setiap kunjungan ke Istanbul, Turki, adalah kesempatan berjalan mengelilingi Istana Topkapi, istana sultan yang terkenal terletak di sebuah bukit memandang ke arah Bosporus dan Tanduk Emas.  Saya khususnya sangat menyenangi sebuah kunjungan ke istana museum di mana harta benda sultan dipamerkan.  Satu bagian yang tak terlupakan adalah ketika melihat takhta sultan diperlihatkan.  Saya belum pernah melihat takhta sebelumnya, dan yang satu ini mengejutkan saya.  Bentuknya kira-kira seperti tempat duduk yang besar, tinggi, dengan bantalan yang nyaman.
   Biasanya takhta berbentuk seperti kursi biasa dengan sandaran tangan, tetapi takhta yang saya lihat bentuknya lebih luas.  Lalu saya teringat ayat ini: "Barangsiapa menang, ia akan Kududukkan bersama-sama dengan Aku di atas takhta-Ku, sebagaimana Akupun telah menang dan duduk bersama-sama dengan Bapa-Ku di atas takhta-Nya"  (Why. 3:21).  Melihat gambaran ini sudah pasti takhta Allah tidak hanya selebar kursi biasa, tapi besar dan luas.  Yesus telah menerima segalanya yang dilambangkan takhta itu, dan menawarkan takhta itu bagi mereka yang menang dalam pertandingan iman.
   Kalau kita baca Wahyu 4 dengan hati-hati, kita menemukan bahwa "takhta" adalah kata kunci di seluruh pasal.  Kata ini muncul sebanyak 12 kali dalam pasal ini, dan pusat serta fokus segala peristiwa.  Segala sesuatu yang terjadi di ruang takhta surga ternyata selalu berhubungan dengan takhta.  Serangkaian kata depan menandakan berbagai tindakan.  Hal-hal yang terjadi "seputar" takhta, "di atas" takhta, "keluar dari" takhta, "di hadapan" takhta, "di tengah-tengah" takhta, dan "di sebelah kanan" takhta.  Sebagai kata kunci dari pasal ini, takhta mewakili tema sentral segala sesuatu yang terjadi di dalamnya.
   Sebenarnya apakah takhta itu, dan apakah yang dilambangkannya? Sebuah takhta menunjukkan hak untuk memerintah.  Orang yang duduk di atas takhta memiliki otoritas untuk memerintah sebuah daerah, sebuah bangsa, atau apa pun yang terdiri dari sekelompok orang.  Karena takhta terletak di tengah-tengah, maka isu kunci dari pasal ini ialah bahwa Tuhan memiliki hak untuk memerintah dan otoritas itu berlaku di surga. Kitab Wahyu sering menghubungkan kata "takhta" dengan Allah.  Hal itu juga dapat diaplikasikan kepada Setan dan para pengikutnya (Why. 2:13; 13:2).  Karena takhta berada di tengah, maka pasal ini menuliskan suatu perkembangan yang menentukan dalam konflik antara Tuhan dan Setan, yang memperebutkan alam semesta.  Wahyu 4 dan 5 menggambarkan suatu peristiwa yang penting sekali dalam perang, sehingga kematian Anak Domba Allah akan menghasilkan pujian bagi Tuhan.

   Tuhan, aku percaya bahwa Engkau memiliki hak untuk memerintah hidupku tiap hari.  Biarlah kiranya keputusanku dan tindakanku hari ini setuju dengan kehendak Allah dalam hidupku.


JUMAT  5 APRIL 2013

   "Segera aku dikuasai Roh dan lihatlah, SEBUAH TAKHTA TERDIRI DI SORGA, dan di takhta itu duduk Seseorang.  Dan Dia yang duduk di takhta itu nampaknya bagaikan permata yaspis dan permata sardis; dan suatu pelangi melingkungi takhta itu gilang-gemilang bagaikan zamrud rupanya" (Wahyu 4:2, 3).

   Pemandangan seperti apakah yang kita lihat di sini? Apakah suatu penjelasan umum tentang takhta di surga ataukah penjelasan tentang sesuatu yang terjadi pada suatu waktu tertentu? Setelah dipelajari dengan berhati-hati ternyata menjadi jelas bagi saya, pasal 4 bukannya menggambarkan suatu kejadian khusus tetapi hanya penjelasan umum tentang ruang takhta surga dan apa yang terjadi di dalamnya secara teratur.
   Dalam ayat kita hari ini, tidak disebutkan bahwa takhta itu sedang dibuat, hanya dijelaskan bahwa "sebuah takhta berdiri di surga."  Ketika Yohanes tiba pada pemandangan itu, takhta itu sudah berada di sana.  Tidak ada hal baru di sana, kecuali nabi itu sekarang sedang mengamatinya.  Pemandangan ini sama seperti yang terjadi pada Daniel 7, tetapi dengan sebuah perbedaan.  Daniel 7 menggambarkan takhta itu "telah diletakkan" (Dan. 7:9).  Bagian ini menjelaskan kejadian yang spesifik.  Tetapi lain halnya dengan Wahyu 4.
   Secara umum pemandangan ini, bahkan tampak lebih jelas dalam Wahyu 4:9.  Di sana dikatakan "setiap kali makhluk-makhluk itu mempersembahkan puji-pujian, dan hormat dan ucapan syukur kepada Dia, yang duduk di atas takhta itu dan yang hidup sampai selama-lamanya, maka tersungkurlah kedua puluh empat tua-tua itu di hadapan Dia yang duduk di atas takhta itu, dan mereka menyembah Dia yang hidup sampai selama-lamanya."  Dalam tata Bahasa Yunani, "setiap kali makhluk-makhluk itu... tersungkurlah ke dua puluh empat tua-tua itu..." menunjukkan kegiatan yang berulang, terjadi berkali-kali dan oleh sebab itu bukan menggambarkan sesuatu kejadian dalam waktu tertentu atau merujuk pada peristiwa yang terjadi di bumi atau surga.
   Kita bisa melatih diri untuk lebih suka memperhatikan Alkitab sehingga pengertian yang seperti ini dapat bermunculan di mana saja.  Hal ini mengingatkan saya ketika mengambil kelas fotografi.  Tugas pertama kami adalah mengambil foto pohon sebanyak-banyaknya.  Pohon yang berdiri sendiri, beberapa pohon berdekatan, hutan, cabang pohon, ranting pohon, bunga di pohon.  Guru kami berkata, "Habiskan satu rol foto hanya untuk mengambil foto pohon saja dengan segala bentuknya.  Tujuan tugas ini adalah untuk mengajar bagaimana mengamati lingkungan sehingga menyadari hal-hal yang tidak diperhatikan sebelumnya." Mempelajari Alkitab juga memiliki efek yang sama.  Kita akan semakin menyadari kehendak Tuhan dan jalan-jalan-Nya, dan sebagai hasilnya hidup kita tidak akan pernah sama seperti sebelumnya.

   Tuhan, tolong berikan aku mata yang baru, supaya aku dapat melihat Firman-Mu dalam cara yang tidak pernah aku lakukan sebelumnya, cara yang sama seperti Engkau maksudkan.


SABTU  6 APRIL 2013

   "Dan sekeliling takhta itu ada DUA PULUH EMPAT TAKHTA, dan di takhta-takhta itu duduk DUA PULUH EMPAT TUA-TUA, YANG MEMAKAI PAKAIAN PUTIH DAN MAHKOTA EMAS DI KEPALA MEREKA" (Wahyu 4:4).

   Di sepanjang abad, salah satu isu utama dalam Wahyu 4 adalah sehubungan dengan 24 tua-tua yang muncul juga di beberapa pasal lainnya.  Siapakah mereka? Dari mana mereka datang? Apakah peran mereka sehubungan dengan takhta Allah? Ke-24 tua-tua duduk mengelilingi takhta Allah dan masing-masing duduk di takhta yang terpisah.  Mereka terlihat seperti mahluk surgawi atau sejenisnya, tetapi Kitab Wahyu tidak pernah menjelaskan siapa mereka sebenarnya.  Mari kita lihat beberapa fakta tentang mereka.
   Buku Wahyu memiliki beberapa angka penting: 3, 4, 7, dan 12.  Lalu akar bilangan untuk tua-tua ini adalah 12.  Dan 12 + 12 = 24. Hal ini menimbulkan kemungkinan bahwa tua-tua ini sepertinya berhubungan dengan 144.000 di Wahyu 7 dan 14.  Angka 144 juga terdiri dari 12 x 12, sementara angka 24 terbuat dari 12 + 12.  Kombinasi ini kembali lagi dalam deskripsi tentang Yerusalem Baru dengan 12 fondasi dan 12 pintu gerbang dihubungkan dengan 12 suku Israel.
   Satu opini yang populer mengenai 24 tua-tua adalah bahwa mereka adalah sekelompok malaikat.  Walaupun opini ini bisa jadi masuk akal, agaknya tidak demikian.  Tidak pernah dalam Alkitab maupun Yudaisme mula-mula mendapati malaikat-malaikat disebut sebagai tua-tua.  Lagipula, tidak ada dalam tulisan-tulisan kuno yang menggambarkan malaikat duduk di atas takhta, dan mereka juga tidak mengenakan mahkota kemenangan (stephanos), karena 24 tua-tua itu mengenakannya.  Sepanjang waktu penyusunan Kitab Wahyu, istilah ini selalu dihubungkan dengan Tuhan atau umat-Nya.
   Kemungkinan paling baik adalah bahwa tua-tua ini adalah para pemimpin umat Tuhan dari zaman Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru.  Gambaran Yerusalem Baru mungkin dapat juga mendukung hal ini.  Kalau memang benar, maka ke-24 tua-tua ini mewakili seluruh orang-orang percaya di sepanjang zaman, menggabungkan peran ke-12 rasul dan ke-12 suku.  Mereka mewakili umat manusia di hadapan Tuhan.
   Apakah Wahyu 4 menyatakan secara tidak langsung bahwa ke-24 tua-tua ini telah berada di ruang takhta surga sebelum Yesus tiba di sana? Mengapa tidak? Masa waktu persiapan upacara pengukuhan di surga sedang berjalan, maka perwakilan dari manusia pun dipersilakan untuk memasuki ruang takhta sebelum upacara dilaksakan.  Dengan ini, maka seluruh utusan semesta alam, termasuk dari manusia, akan dapat menyatakan persetujuan mereka pada saat penobatan Kristus.  Kesimpulannya adalah: Siapa pun ke-24 tua-tua ini, mereka adalah perwakilan manusia di hadapan Allah.

   Tuhan, kami bersyukur karena manusia masih berharga di hadapan-Mu.  Karena itu aku akan selalu percaya pada-Mu dalam segala hal dalam hidupku.